RAKEYAN SANCANG "JAYASAKTI"
Berdasarkan
informasi terbaru dari tokoh Ulama Mesir yang menyatakan, Ali bin Abi Thalib dalam pertempuran
menaklukkan Cyprus, Tripoli dan Afrika Utara, serta dalam membangun
kekuasaan Muslim di Iran, Afghanistan dan Sind (644-650 M) mendapatkan
bantuan dari seorang tokoh asal Asia Timur Jauh.
Maka jika
meneliti naskah Pangeran Wangsakerta besar kemungkinan Tokoh dari Asia
Timur Jauh itu adalah Prabu Kretawarman (561-628 M) Maharaja
Tarumanagara generasi VIII yang memiliki dua orang istri, pertama istri
dari Calankayana, dan istri yang kedua berasal dari Sumatera tidak
memiliki anak sehingga mengangkat anak kemudian diakuinya sebagai anaknya
sendiri bernama Brajagiri.
Kretawarman merasa dirinya mandul,
tahta Kerajaan diwariskan kepada adiknya Prabu Sudawarman padahal
sesungguhnya tanpa disadari sempat memiliki keturunan dari anak seorang
pencari kayu bakar Ki Prangdami bersama istrinya Nyi Sembada tinggal di
dekat hutan Sancang di tepi Sungai Cikaengan Pesisir Pantai selatan
Garut.
Putrinya Setiawati dinikahi Kretawarman yang hanya
digaulinya selama sepuluh hari, setelah itu ditinggalkan dan mungkin
dilupakan.
Setiawati merasa dirinya dari kasta sudra, tidak
mampu menuntut kepada suaminya seorang Maharaja, ketika mengandung
berita kehamilannya tidak pernah dilaporkan kepada suaminya hingga
melahirkan anak laki-laki yang ketika melahirkan meninggal dunia.
Anaknya oleh Ki Prangdami dipanggil Rakeyan/Raden mengingat keturunan
seorang Raja, kelak Rakeyan dari Sancang itu pada usia 50 tahun pergi ke
tanah suci hanya untuk menjajal kemampuan “kanuragan” Syaidina Ali (42)
yang dikabarkan memiliki kesaktian ilmu perang/ilmu berkelahi yang
tinggi.
Sumber lainnya menyebutkan (640 M) Rakeyan Sancang
tidak sempat berkelahi dengan Syaidina Ali namun menyatakan kalah akibat
tidak mampu mencabut tongkat Syaidina Ali yang hanya menancap di tanah
berpasir.
Sejak itulah Rakeyan Sancang menyatakan dirinya masuk Islam kemudian meneruskan berguru kepada Syaidina Ali.
Di pesisir selatan wilayah Tarumanagara (Cilauteureun, Leuweung/hutan
Sancang dan gunung Nagara) secara perlahan Islam diperkenalkan oleh
Rakeyan Sancang yang ketika itu yang mau menerima Islam sedikit sekali.
Upaya Rakeyan Sancang menyebarkan Islam terdengar oleh Prabu
Sudawarman, yang dinilai bisa mengganggu stabilitas pemerintahan,
timbulah pertempuran yang ketika itu Senapati Brajagiri (anak angkat
Sang Kretawarman) turut memimpin pasukan.
Rakeyan Sancang
unggul, Prabu Sudawarman sempat melarikan diri yang dikejar Rakeyan
Sancang, tapi tusuk konde Rakeyan Sancang jatuh yang mengakibatkan pertempuran tersebut terhenti lalu
kemudian mereka saling menceriterakan silsilah sehingga ada pengakuan
Rakeyan Sancang anak Sang Kretawarman.
Peristiwa tersebut
berkembang menjadi cerita dari mulut ke mulut yang entah dari mana asal
pembengkokannya menyatakan Kean Santang mengejar Prabu Siliwangi untuk
di Islam-kan, padahal inilah cerita sesungguhnya.
Kisah Rakeyan
Sancang itupun setelah sepuluh abad kemudian terungkap kembali, ketika
Walangsungsang dari Cirebon menyusuri sungai Cimanuk sampai ke hulu
sungai kemudian menemukan pedang yang disebut-sebut sebagai pedang Nabi
Muhammad SAW, pedang itu milik Rakeyan Sancang
pemberian dari Ali bin Abi Thalib ketika membantu Ali dalam peperangan
menegakkan Syariat Islam di negeri Persia bukan Kean Santang yang selalu disebutkan dalam cerita sehari2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar